Banyak orang
mengatakan, pasar syariah adalah pasar yang emosional (emotional
market), sedangkan pasar konvensional adalah pasar yang rasional
(rational market).
Selain itu, dalam syariah marketing,
bisnis yang disertai keikhlasan semata-mata hanya untuk mencari
keridhaan Allah, maka seluruh bentuk transaksinya insya Allah menjadi
ibadah di hadapan Allah SWT. Ini akan menjadi bibit dan modal besar
baginya untuk menjadi bisnis yang besar, yang memiliki spiritual brand, yang memiliki karisma, keunggulan, dan keunikan yang tak tertandingi. Seperti kata Al-Quran, “Dan
perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari
keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun
yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka
kebun itu akan menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat
tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu perbuat.”
Spiritual Marketing sebagai Jiwa Bisnis
Kita memerlukan
kepemimpinan spiritual dalam mengelola suatu bisnis, terlepas dari mana
sumber spiritual tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Jonathan L.
Parapak, “Apabila kita dalami elemen-elemen pokok dari kepemimpinan,
maka semua harus diwarnai, dicerahi, dan dilandasi oleh ajaran, nilai,
dan prinsip-prinsip Agama (Kristen bagi penganut Kristen). Visinya
adalah visi penyelamat, visi transformasi, visi pemeliharaan, visi
kasih, visi pemberdayaan, dan visi kekekalan. Strateginya adalah
strategi pemberdayaan, penyelamatan, dan pembaruan. System nilai,
ajaran, dan prinsip-prinsip Kristiani menjadi pegangan, landasan, acuan,
dan arahan utama dalam memilih pola komunikasi, skenario yang akan
digelar.”
Sebenarnya, spiritual marketing
ini dapat kita laksanakan dengan optimal jika dalam segala aktivitas
sehari-hari kita menempatkan Tuhan sebagai Stakeholder utama. Ini
perbedaan pokok antara pemasaran biasa dan spiritual marketing. Kita menempatkan Tuhan sebagai satu-satunya pemilik kepentingan (the ultimate stakeholder).
Akuntabilitas dan responsibilitas diterjemahkan sebagai
pertanggungjawaban di Padang Mahsyar (yaumul hisab) kelak, yang
merupakan pengadilan abadi terhadap sepak-terjang manusia (termasuk para
pelaku bisnis), baik yang tersurat maupun yang tersirat. Allah SWT
berfirman, “Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS Al-Qiyamah [75]:36).
Karakteristik Syariah Marketing
Kata “syariah” (al-syari’ah) telah ada dalam bahasa Arab sebelum turunnya Al-Quran. Kata yang semakna dengannya juga ada dalam Taurat dan Injil. Kata syari’at
dalam bahasa Ibrani disebutkan sebanyak 200 kali, yang selalu
mengisyaratkan pada makna “kehendak Tuhan yang diwahyukan sebagai wujud
kekuasaan-Nya atas segala perbuatan manusia.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar