Kamis, 07 Maret 2013

ruang lingkup bisnis syariah

Ekonomi Syari’ah terdiri atas dua akar kata yaitu ekonomi dan syari’ah. Kata Ekonomi berasal dari bahasa latin yaitu ekos dan nomos yang berarti orang yang mengatur rumah tangga. Dan dalam bahasa arab istilah ekonomi berasal dari kata dasar qashada yang melahirkan kata qashd, qashadan, qashdi, qashd, maqshid atau maqashid dan iqtishad. Dari sini lahirlah istilah ilm alqtishadi (ilmu ekonomi).
Dalam alqur’an dijumpai beberapa kata yang berakar dari qashada, diantaranya:
1.Kata qashid pada surah luqman 9 yang berarti sederhana.
2.Kata qashdu pada surah an Nahl 9 yang berarti jalan lurus/stabil.
3.Kata qashidan pada surah at Taubah 42 dengan arti keinginan atau Kebutuhan
4.Kata Muqtashid pada surah Luqman 32 yang berarti jalan lurus dan pada surah Fathir 32 dengan arti pertengahan.
5.Kata Muqtashidatun pada surah al Maidah 66 yang berarti Pertengahan.
Dari berbagai pengertian istilah tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi pokok berbagai aktifitas ekonomi dalam Islam harus dapat merealisasikan pencapaian kesempurnaan manusia melalui aktualitas maqashidus syari’ah.(Makalah Ekonomi Islam, hal..1 dan 2)
Adapun maqashidus syari’ah itu adalah untuk memelihara jiwa, akal, keturunan, kehormatan dan harta.
Sedangkan Syari’ah adalah kata bahasa Arab yang secara harfiyah berarti jalan yang ditempuh atau garis yang mesti dilalui. Secara terminology, definisi syri’ah adalah peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah, atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin supaya mematuhinya.
Sebab inilah kenapa ekonomi Islam sering disebut dengan ekonomi syari’ah, karena ekonomi syari’ah adalah ekonomi yang didasarkan pada petunjuk-petunjuk al Qur’an dan Hadits.(Habib Nazir,hal.543)
Di dalm surah Al-Jasyiyah ayat 18, Kami jadikan engkau di atas perkara yang disyari’atkan, maka ikutlah syari’at itu dan jangan engkau ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
Dari ayat ini jelaslah bahwa:
a)syari’at itu dari Allah.
b)syari’at itu harus diikuti.
c)syari’at tidak memperturutkan keinginan hawa nafsu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar